Aceh Timur | Angka kasus perlindungan perempuan dan anak di Aceh timur yang meningkat 3 kali lipat lebih tak patut dihitung ‘sepele’ oleh pihak yang berewenang di Aceh Timur.
Terlebih, berdasarkan jenis, kasus kekerasan/pelecehan seksual meningkat hampir 3 kali lipat dan lebih parah kasus KDRT meningkat 11 kali lipat. Angka tersebut merupakan jumlah kasus ditahun 2021 berbanding 2020 yang menunjukkan peningkatan signifikan.
Kasus yang menimpa anak dapat disebut perkara yang memiliki efek panjang jika tak dicegah dengan baik.
Efek panjang dari kasus, secara umum, anak adalah penerus generasi yang menjadi penentu masa depan sebuah daerah.
Menanggapi kondisi Aceh Timur yang ‘bikin sedih’ perihal peningkatan kasus perlindungan perempuan dan anak, Ketua DPRK Aceh Timur Fattah Fikri menekankan bahwa seluruh pihak berwenang harus mengoptimalkan pemahaman dan penerapan hukum Perlindungan Perempuan Dan Anak di Aceh Timur.
“Perkara perlindungan (perempuan dan anak) ini dengan peningkatan kasus sedemikian rupa, samadengan ada banyak unsur yang harus dioptimalkan. Sosialisasi hukum nya, dan unit pelayanannya juga harus lebih terjangkau lagi dengan warga.” tegas Ketua DPRK Aceh Timur Fattah Fikri kepada infoacehtimur.com saat dimintai tanggapannya perihal peningkatan jumlah kasus perempuan dan anak di Aceh Timur.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Aceh Timur dalam keterangannya menjelaskan bahwa pihak DP3AKB senantiasa menunaikan tugas sosialisasi. Bidang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mendampingi para korban hingga tingkat pemulihan trauma.
“Kami Dinas DP3AKB, khususnya bidang pelayanan pemberdayaan P2TP2A gencar melakukan sosialisasi bahkan ke tingkat desa. Itu langkah kami menyentuh masyarakat langsung agar segala bentuk tindak pidana terhadap perempuan dan anak dapat ditekan serendah mungkin” kata Sekretaris Dinas DP3AKB Aceh Timur Resmiwati, SH, MH.
Resmiwati, SH, MH yang juga menjabat sebagai
Ketua P2TP2A menuturkan bahwa kolaborasi legislatif san eksekutif untuk dukungan kebijakan dan kapasitas kelembagaan di pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak masih perlu dioptimalkan.
“Kami juga ingin merencanakan waktu pertemuan dengan DPRK untuk membahas perihal langkah penekanan/penurunan kasus ini. Masih banyak yang harus kita kerjakan agar ini terselesaikan”, sambungnya.