Darurat militer pertama berlangsung enam bulan, lalu diperpanjang selama enam bulan lagi sejak 19 November 2003. Selanjunya, pada 19 Mei 2004, status Darurat Militer dicabut dan digantikan menjadi Darurat Sipil, berlaku setahun kemudian. Tapi KTP Merah Putih masih belum diganti.
Di masa Darurat Sipil, bencana tsunami menguncang Aceh pada 26 Desember 2004. Segala kebijakan terkait status tersebut hampir tak bisa dijalankan karena Aceh berstatus darurat bencana dan kemanusiaan. Pada Januari 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM kemudian sepakat berunding kembali untuk perdamaian di Helsinki, Finlandia.
Pada 19 Mei 2005, Asisten I Gubernur Aceh, Husni Bahri TOB, mengumumkan untuk pergantian KTP Merah Putih, karena status darurat telah diganti dengan tertib sipil di Aceh. “Jadi peraturannya juga normal seperti biasa,” kata Husni kala itu.
Baca juga: Kapolda: Merawat Damai Aceh adalah Tugas Kita Bersama
Baca juga: Belasan Tahun Damai, Hak Korban Konflik Aceh Belum Terpenuhi?
Pergantian KTP itu akan menjadi kewajiban masing-masing kabupaten/kota di Aceh dengan petunjuk dari Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam. Pergantian KTP Merah Putih ke KTP berwarna kuning yang berlaku saat itu, kemudian dilakukan secara bertahap.
Tak lama setelah aturan pergantian KTP Merah Putih, damai hadir di Aceh setelah Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangani kesepakatan damai pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan itu kelak dikenal dengan nama Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.