Lalu jika tanaman kami dirusak seperti ini siapa yang bertanggungjawab,” ungkap warga tersebut.
Tanggapan Keuchik Seumanah Jaya
Sementara itu, M Sabri Keuchik Desa Seumanah Jaya, berharap kepada intansi yang menangani gangguan gajah liar agar membuat pos-pos pada pintu keluar masuk kawanan gajah liar.
“Kalau dibuat pos pada pintu keluar masuk kawanan gajah dengan jarak 500 meter, atau 1 km jarak antar pos kemungkinan bisa mencegah masuknya kawanan gajah liar.
Baca juga:
- Kembali Ditemukan Gajah Mati di Area Perkebunan di Aceh Timur, Kini Polsek Amankan Lokasi.
- Ditemukan Bekas Benteng Pertahanan Patih Gajah Mada di Pendalaman Sungai Raya Aceh Timur
Inilah salah satu solusi kita mohon kepada BKSDA, dan pemerintah,” pinta Sabri.
Solusi ini diusulkan, jelas Sabri, karena melihat pemasangan GPS Collar pada kelompok gajah untuk mendeteksi keberadaan gajah, dan dapat dihalau sebelum masuk ke kebun warga kurang efektif.
Begitu juga menghalau menggunakan petasan tidak efektif.
“Begitu juga pemasangan pagar kawat atau power fencing kurang efektif, karena kurangnya kesadaran warga untuk merawat pagar tersebut,” ungkap Sabri.
Solusi lainnya untuk mengatasi gangguan gajah, jelas Sabri yaitu, membuat penangkaran gajah raksasa dengan memplot ribuan hektar lahan dari beberapa kabupatan di Aceh.
Sehingga kawanan gajah bisa dikumpulkan dalam penangkaran itu dan tinggal diawasi secara bersama-sama.
“Kalau memang pemerintah tak bisa menanggulangi gangguan kawanan gajah liar.
Maka solusi terakhir pemerintah harus mengganti rugi kerugian yang dialami petani karena tanaman petani gagal panen akibat dirusak kawanan gajah liar,” harap Sabri. (*)
Sumber: Serambi Indonesia