Infoacehtimur.com / Aceh – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, mencatat sepanjang tahun 2021 terdapat 355 kasus kekerasan seksual anak di Aceh.
Dalam rapat paripurna di DPR Aceh, Rabu (28/12/2022). Iskandar Usman Al-Farlaki juga mengatakan juga hal yang sama bahwa dalam tahun 2021 telah terjadi sedikitnya 355 kasus kekerasan seksual anak atau setidaknya dalam 18 jam sekali terdapat anak Aceh.
“Sesuai data yang dihimpun oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, tahun 2021 terdapat 355 kasus kekerasan seksual anak di Aceh. Data ini menunjukkan bahwa setidaknya dalam 18 jam sekali terdapat anak Aceh yang mengalami kekerasan seksual,” kata Iskandar.
Baca juga:
- Ketua Komisi I DPR Aceh: Revisi Qanun Jinayat Demi Memperkuat Substansi Perlindungan Tehadap Anak Korban Kekerasan Seksual di Aceh.
- LMC Gelar FGD Tentang Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak.
- Ratusan Perempuan di Aceh Jadi Korban Kekerasan Seksual Selama Pandemi
Dengan adanya permasalahan tersebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Komisi I akan melakukan revisi Qanun Jinayat untuk memperberat hukuman bagi pelaku pemerkosa anak.
Hal ini perlu dilakukan karena maraknya terjadi pelecehan anak di Tanah Rencong dan pelaku dihukum ringan.
Dia mengatakan, data tersebut tercatat sebagai data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Di luar data itu, kasus yang terjadi selalu lebih besar dari yang dilaporkan atau ibarat fenomena puncak gunung es.
Ketua Komisi I DPR Aceh itu menyebutkan, pelaku kekerasan seksual terhadap anak umumnya merupakan orang dekat korban sehingga korban sulit melapor. Relasi antara korban dengan pelaku disebut menjadi penyebab sering terhambatnya penyelesaian kasus pelecehan anak.
Baca juga:
- Pemerintah Indonesia Segera Melakukan Pemulihan Terhadap Keluarga Korban Pelanggara HAM.
- Video Panas Anak Gadisnya disebar, Bapak Tewas Dibunuh Secara Tragis.
- Maraknya Pelecehan Seksual di Dunia Kampus, Presma UTU Minta Kapolda Aceh Panggil Rektor Seluruh Aceh
“Pada aspek penegakan hukum, korbanlah yang dibebankan untuk membuktikan laporannya di tengah sistem pembuktian yang sempit dan tingginya budaya victim blaming (menyalahkan korban) di masyarakat,” ujar politikus Partai Aceh itu.
Menurutnya, untuk menjawab permasalahan tersebut, DPR Aceh tahun ini sepakat untuk memperkuat Qanun Jinayat dengan melakukan revisi. Tujuannya agar penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin berpihak kepada korban.
Halaman: