Infoacehtimur.com | Aceh – Persoalan Pejabat (Pj) Gubernur semakin menarik perhatian publik. Pasalnya, DPRA Aceh mengusul tiga nama Pj Gubernur yang di usulkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dari ketiga nama tersebut satu di antaranya berasal dari kalangan Militer.
Rekomendasi tersebut tentu mendapatkan reaksi dari masyarakat Aceh. Ketidaksedian masyarakat jika Pj Gubernur Aceh kedepan ditetapkan dari kalangan Militer.
Dalam Hal ini Direktur Aktivis Melenial Aceh, Fakhrurrazi M. AP mengeluarkan pernyataan sikap melalui konferensi pers pada Kamis (30/6) menolak keras jika Pj Gubernur nantinya dari kalangan militer.
“Jika hal ini terus di paksakan maka dapat menimbulkan masalah baru bagi Aceh. Perdamaian Aceh adalah hal yang lebih penting pada penunjukkan tersebut,” kata Fakhrurrazi.
Masyarakat Aceh saat ini hanya ingin hidup damai. Maka dari itu Pj Gubernur Aceh harus mampu menjaga keseimbangan dan memelihara perdamaian dengan baik.
Tentu orang yang akan ditetapkan nanti yang menjadi Pj Gubernur Aceh benar-benar sosok yang mengerti soal Aceh, yang mengerti situasi Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Masyarakat Aceh.
Baca Juga:
- DPRK Aceh Timur ‘Terbangkan’ 3 Nama Calon PJ Bupati Ke Kemendagri
- ARPA Aceh Usulkan PJ Gubernur Aceh ‘Background’ Akademisi
- Mantan Pj Keuchik Alue Gadeng Dua Aceh Timur Gelapkan Dana Desa Ratusan Juta
“Observasi kami dari berbagai sumber masyarakat Aceh kini menginginkan sosok yang akan menjadi yang menjadi Pj Gubernur Aceh harus dari kalangan Akademisi,” jelasnya.
Sebagai konsekuensi logis, Aktivis Milenial Aceh merekomendasikan sosok yang mengerti Aceh, bukan hanya menjaga stabilitas politik di Aceh, akan tetapi orang yang mampu membangun disemua sektor publik dan hal itu berasal dari kalangan Akademisi atau kampus.
“Oleh karena itu kami menyatakan sikap terkait permasalahan ini,” paparnya.
Adapun beberapa poin tuntutan dan sikap yang dikeluarkan Aktivis Melenial Aceh yaitu sebagai berikut.
“Kami menolak Pejabat Gubernur Aceh dari kalangan Militer. Sekalipun sebenarnya sudah tertutup kemungkinan dari kalangan militer TNI/Polri aktif untuk menjadi Pj berdasarkan putusan Pemerintah dan MK.
Meminta kepada bapak Presiden Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri agar menetapkan Pejabat Gubernur Aceh dari Kalangan Akademisi atau kampus.
Jika memilih dari kalangan militer termasuk yang telah pensiun, masih mengibaratkan Aceh belum cukup kondusif. Padahal 2,5 tahun depan adalah waktu yang panjang dan bukan hanya mempersiapkan keamanan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
“Kami memerlukan kepemimpinan sipil yang dekat dengan ide-ide perubahan dan demokrasi, untuk menjalankan program pembangunan dan kesejahteraan,” tegasnya.