INFOACEHTIMUR.COM | Konferensi Air Aceh (KAA) 2021 telah digelar di Banda Aceh pada 16 Desember lalu. Kegiatan bertema ‘Arah Kebijakan dan Strategi Aceh dalam Mencapai Akses Air yang Merata dan Universal 2030’ bertujuan terus mempertahankan dan peningkatan capaian akses, serta memperkuat kolaborasi antarpelaku pembangunan untuk air dan sanitasi.
Dalam pembukaan KAA 2021, Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyampaikan bahwa air menjadi sumber kehidupan yang sangat penting. Ada sekitar 250 juta kasus penyakit yang berhubungan dengan air di dunia, di mana 5 jutanya di antaranya berujung kematian. Gubernur mengingatkan bahwa program penyediaan air bagi masyarakat tidak boleh diabaikan.
“Air merupakan bagian penting dalam RPJMA 2019-2024 sampai nanti mencapai target 100% universal access di tahun 2030,” kata Nova Iriansyah dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (19/12/2021).
Kegiatan yang diinisiasi Ikatan Alumni Jerman (IAJ) Aceh ini diawali sesi konferensi yang menghadirkan narasumber dari Kementerian PPN dan BAPPENAS, Kementerian PUPR, Bappeda Aceh, Dinas ESDM Aceh, BPBD Aceh, Balai Wilayah Sungai I Sumatera.
Salain itu, kegiatan yang dilaksanakan oleh Yayasan Bijèh InspirAktion ini juga menghadirkan narasumber dari PT Solusi Bangun Andalas (SBA), Lembaga Karst Aceh, Lembaga Solidaritas Perempuan, dan PT Varsha Zamindo Lestari. Acara dilanjutkan dengan 5 Focus Group Discussion (FGD). Beberapa poin-poin penting dihasilkan dalam KAA 2021 yang menjadi dasar perumuskan rekomendasi kebijakan serta arah strategis pembangunan di bidang air dan sanitasi.
Pertama, terkait kawasan Karst yang merupakan salah satu ekosistem sumber air berkualitas tinggi seperti di Kawasan Kaloy Aceh Tamiang, Lhok Nga Aceh Besar, hingga Lamno Aceh Jaya mampu mencegah potensi kekeringan.
Kawasan Karst sebagai sumber air penting untuk dijaga dan diselamatkan dari kerusakan. Karena itu, sangat penting dilakukan penetapan kawasan karst yang berpotensi terhadap peningkatan akses air dan penghidupan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh. Poin penting lainnya adalah mendesak pelaksanaan program RPJMA 2022 untuk membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang inklusif.
Program perumahaan, permukiman, air bersih, dan sanitasi merupakan unggulan dalam mencapai akses universal air minum yang merata, aman, dan terjangkau. Hal ini tentunya dengan fokus pembangunan infratruktur air dan sanitasi untuk kelompok rentan.
“Di sisi bencana, poin penting yang didapat adalah Aceh termasuk daerah yang memiliki potensi kekeringan seluas 5.707.385 hektare. Hal ini bisa berakibat pada turunnya produktivitas pertanian, peternakan, dan meningkatnya kemiskinan serta turunnya kualitas hidup,” katanya.
Sejalan dengan itu, untuk menghindari akibat kerusakan yang parah dari kekeringan, Balai Wilayah Sungai (BWS) I Sumatera mengusung isu strategis nasional berupa ketahanan air, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan respons terhadap perubahan iklim global.
Tentunya dengan dukungan kebijakan dan pembiayaan dari pemerintah serta sektor swasta, pembangunan sistem penyediaan air baku, pengembangan infrastruktur air bersih dan sanitasi, serta kegiatan pencegahan sampai memulihkan kerusakan lingkungan akibat daya rusak air bisa dilaksanakan dengan maksimal dan bermanfaat bagi semua.
“Berbicara tentang dukungan swasta dan pembiayaan dunia usaha, penyedian air baku ke kran siap minum membutuhkan investasi. Investasi yang dimaksud harus dengan konsep kerja sama yang melingkupi End-to-End Solution; berpihak pada kepentingan rakyat, negara, lingkungan hidup, dan berkelanjutan,” kata gubernur.
Sudut pandang industri menyatakan bahwa pabrik-pabrik yang beroperasi di Aceh wajib untuk memaksimalkan aset yang dimiliki untuk ikut menyukseskan program air dan sanitasi bagi masyarakat, di samping menghentikan semua kegiatan yang merusak lingkungan karena lingkungan adalah sumber kehidupan.
Keberadaan industri skala kecil dan besar di Aceh harus menjadi solusi atas permasalahan kehidupan dan lingkungan. Kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan disabilitas mendapatkan perhatian yang khusus serta berkesinambungan untuk memastikan pembangunan yang adil dan merata.
Acara ini ditutup tepat pada pukul 18.30 WIB dan menghasilkan rekomendasi kebijakan dan strategi pengelolaan air Aceh menuju SDGs 2030, tulisan ilmiah terkait air Aceh yang terjaga dan bermanfaat.
Masyarakat dan pemerintah Aceh memiliki pemahaman dan tujuan yang sama terkait pengelolaan air dan dampak positif untuk kegiatan pembangunan Aceh yang bermartabat, seimbang, dan berkelanjutan.
KAA 2021 didukung penuh oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Kegiatan yang dihadiri oleh 128 tamu undangan ini juga mendapat dukungan dari Badan Pengelola Migas Aceh, PT Kana Green Energy, Perhimpunan Alumni Jerman Aceh, German-alumni Entrepreuners Network, Jejaring Alumni Jerman dan Returnee Indonesia, Liköt Coffee, Wekabe Café, CV. MANN, Wardah Cosmetics, Padebooks, Lentera Intelektual Aceh, The Aceh Institute, Prodi Magister Komunikasi Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry, PRISB Unsyiah, dan ICAIOS.[SINDONEWS]